Sudah hampir sebulan peristiwa teror bom di Gereja Oikumene Samarinda terjadi, namun hal tersebut masih meninggalkan trauma mendalam terutama bagi anak-anak jemaat gereja tersebut. Anak-anak yang dulu biasa ceria dan bermain dengan gembira saat hadir di gereja, kini mengalami trauma bahkan takut untuk pergi ke gereja.
"Ada sekitar 20 anak yang rutin ikut Sekolah Minggu, mereka masih trauma. Bahkan, kami sudah memisahkan ibadah mereka dengan dewasa, namun mereka menolak karena takut," demikian pernyataan yang disampaikan oleh Pendeta Ersa Adim Simamora seperti yang dikutip oleh Tribun Pekanbaru, Sabtu (3/12/2016) lalu.
"Ada sekitar 20 anak yang rutin ikut Sekolah Minggu, mereka masih trauma. Bahkan, kami sudah memisahkan ibadah mereka dengan dewasa, namun mereka menolak karena takut," demikian pernyataan yang disampaikan oleh Pendeta Ersa Adim Simamora seperti yang dikutip oleh Tribun Pekanbaru, Sabtu (3/12/2016) lalu.
Salah satu anak yang mengalami trauma adalah Joy Rian Fernandes Hutahayan (13) yang juga kakak salah satu korban bom tersebut, yaitu Trinity Hutahayan. Saat kejadian Joy yang masih duduk di kelas VIII SMP sedang di dalam gereja, begitu terjadi ledakan ia lari keluar lewat samping gereja. Kini ia sekalipun trauma mulai memberanikan diri ke gereja karena ada polisi yang berjaga-jaga di sana.
Melihat ada banyak anak-anak yang mengalami trauma karena kejadian 13 November 2016 silam, maka Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Samarinda bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kota Samarinda serta bekerja sama dengan psikolog Universitas Mulawarman dan Universitas 17 Agustus 1945 memberikan trauma healing kepada anak-anak jemaat Gereja Oikumene Samarinda.
Trauma healing tersebut dilakukan pada Sabtu, 3 Desember 2016 di salah satu rumah warga di Jalan Cipto Mangunkusumo, dimana 20 orang anak-anak dan orangtuanya berkumpul dan mendapatkan konseling dari 30 orang psikolog. Selain itu anak-anak juga dihibur dengan cerita dongeng boneka dan juga mendapatkan bingkisan dari Ketua KPAI Kota Samarinda, Sri Lestari yang juga mewakili istri Wali Kota Samarinda, Nusyirman Ismail.
"Semenjak kejadian itu kami bersama sejumlah LSM telah merencanakan untuk melakukan pendampingan terhadap orangtua dan juga anak-anak jemaat, untuk hilangkan trauma mereka," demikian jelas Sri.
Peristiwa naas yang terjadi pada 13 November 2016 silam tersebut mengakibatkan 5 orang korban dan semuanya anak-anak, salah satu korban yaitu Intan Olivia meninggal dunia saat di rawat di rumah sakit.
Sumber : Tribun News
0 komentar:
Post a Comment