Apakah Teologi Itu?

apakah teologi itu

KESALAHPAHAMAN TENTANG TEOLOGI

Teologi itu membosankan, ruwet, dan memecah-belah. Begitulah anggapan sebagian orang ketika mendengar kata teologi. Bahkan ada yang menyebut teologi sebagai racun yang harus disingkirkan dalam pertumbuhan iman.

Kesalahpahaman tentang teologi adalah akibat dari prilaku buruk yang ditunjukkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai teolog dan pengajaran-pengajaran yang menyimpang dan aneh yang diajarkan juga oleh mereka. Jika saja pengertian tentang teologi sesuai dengan arti sebenarnya, maka teologi akan dicintai dan diburu orang.

Seperti doa Yesus untuk mereka yang menyalibkan Dia, begitulah doa kita untuk mereka yang menolak teologi. Dr. R. C Sproul berkata, “Penolakan kepada teologi, yang dikarenakan teologi yang buruk merupakan bunuh diri secara rohani. Penolakan terhadap teologi merupakan penolakan terhadap pengetahuan tentang Tuhan (R.C. Sproul, Essential Truth of Christian Faith. Tyndale House Publisher).

Sproul menyebutkan paling sedikit ada sepuluh penyebab penolakan terhadap teologi dan juga termasuk penghalang-penghalan dalam pertumbuhan iman:

1. Iman Kekanakkan. Jutaan orang yang telah dilahir barukan oleh Roh Kudus masih terus tinggal dalam status bayi rohani. Jika pun mereka bertumbuh, mereka berhenti pada tahap anak kecil. Pada level ini biasanya anak-anak mulai berani bertanya, suka membantah, bahkan suka melawan orangtua mereka. Sama halnya dengan keadaan rohani mereka ketika bereaksi terhadap teologi.

2. Ketakutan Pada Skeptikisme Teologis. Munculnya banyak teolog, pendeta, guru yang mengajarkan teologi liberal, yaitu teologi yang mempertanyakan kemutlakan kebenaran Alkitab dan meragukan kebenaran-kebenaran Alkitab membuat banyak orang-orang kristen yang takut pada teologi.

3. Korban Dari Ajaran-Ajaran yang Gampangan. Menjamurnya ajaran-ajaran yang menggampangkan iman kristen, seperti teologi kemakmuran (teologi sukses) membuat sebagian besar orang-orang Kristen malas, bahkan menolak teologi. Ajaran gampangan ini menciptakan kekristenan yang duniawi, kristen perasaan, dan kristen yang mengejar pengalaman-pengalaman subjektif untuk memuaskan nafsu rohani yang keliru.

4. Korban Dari Ajaran yang Aneh (Asketikisme-Neo-Minastikisme). Ada sekumpulan kecil orang Kristen yang memilih menarik diri dari keterlibatan dengan dunia. Mereka mengisolasi diri dari segala yang barbau dunia dengan mengasingkan diri ke hutan, gunung, goa untuk mencari kemurnian spritual. Mereka menolak melakukan studi akademik dalam mempelajari Alkitab.

5. Menghindari Perdebatan. Ada yang berkata: “jangan pernah mendiskusikan agama atau teologi karena diskusi tentang agama hanya akan melahirkan kemarahan daripada pencerahan. Kita sudah lelah bertengkar, saling menuduh, dan bahkan berperang hanya karena perdebatan teologis.” Teologi pasti menghasilkan perdebatan. Setiap kali teologi dipelajari ada argumentasi yang tak terhindarkan.

Dr. John Stott, dalam bukunya yang berjudul Christ the Controversialist menyatakan, “Alkitab menulis tentang kehidupan Yesus yang penuh dengan perdebatan, begitu juga dengan para nabi dan rasul. Paulus berdebat setiap hari di pasar, sinagoge, dan di kuil. Menghindari perdebatan adalah menghindari Kristus.

Tentu saja orang Kristen harus menghindari perdebatan yang tidak kudus. Perdebatan yang tidak kudus muncul karena orang yang berdebat kurang dalam pengetahuan teologi, dan belum dewasa dalam berteologi.

6. Karena Anti-Rasio. Kekristenan bukan rasionalisme, tetapi rasional. Kita hidup di zaman yang paling anti-intelektual dalam sejarah Kekristenan. Yang dimaksud bukan anti-akademis, anti-teknologi, atau anti-ilmu pengetahuan. Anti-rasio di sini adalah anti-akal. Lebih mengedepankan perasaan ketimbang akal. Ada kesan bahwa untuk memahami iman Kristen, Anda harus mengenyampimkan akal. Akibatnya studi tentang teologi adalah perkara yang harus dihindari. Padahal Tuhan mewahyukan Diri-Nya kepada kita dalam sebuah buku. Buku itu ditulis dalm kata-kata. Kata-kata itu harus mengkomunikasikan konsep-konsep yang harus dimengerti dengan akal. Jadi tujuan dari wahyu Allah adalah supaya kita mengerti konsep-konsep itu dengan akal kita, dan kemudian meresap ke dalam hati kita.

7. Pengaruh Duniawi. Dalam buku Pilgrim’s Progres karya John Bunyan, diceritakan tentang penyebab orang Kristen ke luar dari arah yang seharusnya dituju, adalah nasihat dan bujukan dari Mr. Worldy Wiseman (orang dunia yang bijak). Keduniawian dapat mempengaruhi kita di dalam hal hawa nafsu, materialisme, hedonisme, dll. Jika kita tidak membuat pertahanan dan perisai yang kuat, keduniawian akan mudah memengaruhi kita. Keduniawian membuat teologia tampak kuno, rumit, membosankan, dan tidak penting untuk dibahas.

8. Prioritas yang Keliru. Ternyata tidak sedikit orang Kristen yang menggantikan aktivitas studi Alkitab dengan aktifitas saat teduh, mendengarkan khotbah, dan sejenisnya. Tidak perlu dipertanyakan lagi betapa pentinya saat teduh, membaca Alkitab, dan mendengarkan khotbah. Tetapi jika kegiatan-kegiatan tersebut telah menggantikan prioritas atau keutamaan dari mempelajari Alkitab, Anda telah melakukan kekeliruan yang serius. Untuk bertumbuh dewasa dalam Firman Tuhan dituntut usaha yang lebih dari hanya sekedar perenungan singkat setiap hari.

9. Kemalasan. Karl Barth pernah berkata: “Tiga dosa yang paling dasar dan utama dari manusia yang telah jatuh ke dalam dosa adalah kesombongan, ketidakjujuran, dan kemalasan. Bukan hanya kesombongan dan kebohongan yang membawa seseorang ke neraka, kemalasan juga adalah dosa serius yang sangat merugikan dan mematikan. Perhatikan berapa banyak yang menghadiri kebaktian minggu dibandingkan dengan pendalaman Alkitab. Bahkan jika dibandingkan dengan acara-acara non-gereja lainnya, kelas pendalaman Alkitab selalu sepi pengunjunga. Dosa kemalasanlah adalah salah satu asalannya.

10. Ketidaktaatan. Meskipun belajar teologi adalah perintah Tuhan dalam Alkitab, toh masih banyak orang percaya yang tidak menaatinya. Walaupun alasan ini terdengar eneh bagi orang yang sudah diselamatkan, jumlah kehadiran dan konsistensi kehadiran adalah bukti bahwa ketidaktaan menjadi salah satu alasan bagi sejumlah orang yang enggan belajar teologi (Sproul, Essential Truth of Christian Faith).


Teologi berasal dari dua kata Yunani, theos (Tuhan) dan logos (ide, wacana, pengetahuan, percakapan, argumentasi). Jadi, teologi berarti “percakapan tentang Tuhan, atau lebih lengkap pemikiran tentang Tuhan yang dinyatakan dalam pernyataan-pernyataan tentang Tuhan.”

Dr. Charles C. Ryrie mengatakan, “Secara sederhana teologi berarti memikirkan mengenai Tuhan dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran tersebut dalam suatu cara tertentu. Bahkan Ateis pun punya suatu teologi – mereka berpikir tentang Tuhan, menolak keneradaan Tuhan, dan menyatakannya melalui cara hidup mereka” (Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, hal.9).

Pemikiran tentang Tuhan hanya tepat jika sejalan dengan pikiran Tuhan tentang diri-Nya; teologi bisa disebut baik hanya jika kita membiarkan kebenaran Tuhan yang disingkapkan – yaitu pengajaran Alkitab – meresapi pikiran kita.

Teologi yang benar dan sehat menghasilkan suatu kehidupan yang kudus dan bertumbuh dalam penganalan akan Allah (Kolose 1:9-10). Teologi yang sehat bukan hanya dinyatakan melalui suatu pengakuan atau kredo, tetapi melalui kehidupan yang berbuah. Teologi harus mempengaruhi hidup kita secara pribadi dan menjadikan kehidupan kita serupa dengan gambar Kristus. Inilah tujuan final dari teologi (Ryrie, Teologi Dasar, hal. 11-12).

Jadi sebelum berbicara teologi, teolog perlu terlebih dahulu mendengar. Teologi adalah suatu upaya untuk mendengarkan Roh Kudus yang berbicara dalam kitab suci dan kemudian menerapkan apa yang Kitab Suci katakan untuk memperbaiki dan mengarahkan hidup kita.


Sebutan atau julukan teolog diberikan kepada mereka yang membantu proses ini. Dalam satu pengertian, setiap orang Kristen adalah teolog. Berbicra saja tentang Tuhan, apa pun itu, dan Anda akan menjadi teolog, sama seperti halnya dengan mengetuk tuts piano, Anda menjadi pianis, apa pun bunyi yang dihasilkan.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Anda melakukannya dengan baik atau buruk. Tetapi dalam pembicaraan sekuler, sebutan pianis umumnya ditujukan bagi pemain piano yang andal. Demikian pula dalam pembicaraan dikalangan orang Kristen, sebutan teolog ditujukan bagi mereka yang dalam pengertian tertentu “mengkhususkan diri” dalam mempelajari kebenaran Allah.


Adakah tugas tertentu yang dapat kita harapkan untuk mereka lakukan bagi kita? Ada. Teolog ternama, J. I. Packer dengan sangat baik menganalogikan teolog dengan spesialis sampah. Anggaplah teolog sebagai spesialias sampah Gereja. Peran mereka adalah untuk mendeteksi dan mengurangi pencemaran intelektual dan untuk memastikan, sejauh yang mampu dilakukan manusia, bahwa kebenaran Tuhan Sang Pemberi Hidup, mengalir dengan murni tanpa tercemar, ke dalam hati orang Kristen.

Panggilan mereka mewajibkan mereka bertindak sebagai insinyur air jemaat yang melalui khotbah, pengajaran, dan penelaan kitap suci, berupaya agar kebenaran bisa mengalir dengan kuat dan mantap. Mereka (para teolog) harus menguji airnya dan menyaring apa saja yang membingungkan pikiran, mencemari keadilan, dan merusak cara pandang orang Kristen terhadap hidup mereka. Jika mereka melihat orang Kristen tersesat, mereka harus menarik orang itu kembali ke relnya; jika mereka mendapati yang bingung, mereka harus menguatkan (J.I. Packer, Rencana Allah Bagi Anda, hal.1-8).


Kehidupan Kristen adalah perjalanan lintas-negara, mencakup pagar dan selokan, tanjakan dan turunan, dataran dan tanah berbatu, gurun dan rawa. Badai dan kabut secara berkala menghalangi sinar matahari. Peta bertujuan membuat orang yang sedang berpergian bisa setiap saat menemukan jalan, apapun kondisi tanah dan bagaimanapun cuacanya. Dengan peta yang baik, ia akan mengenali daerah sekelilingnya, mengaitkan apa yang ia temukan dengan bentangan yang lebih luas, dan mengetahui kemana ia harus melangkah.

Teolog yang benar bertujuan memperlengkapi para murid Kristus untuk taat. Peta yang dibuat oleh teolog bukan hanya dimaksudkan untuk dimiliki sebagai kekayaan intelektual belaka, melainkan untuk dipakai agar orang percaya mengetahui arah disaat ia berjalan sebagai musafir yang mengikuti Tuhannya.

Peta teologis yang terbaik harus jelas dan memiliki tujuh syarat dasar:

Pertama, peta tersebut akurat dalam penyajian materinya, baik secara manusia maupun Alkitab. Ini merupakan syarat mutlak.

Kedua, peta tersebut berpusat pada Allah, menyadari kedaulatan ilahi sebagai inti dari segala sesuatu dan menunjukan kendali Tuhan atas setiap masalah.

Ketiga, peta tersebut bersifat doksologis, memuliakan Tuhan atas karyanya yang mulia dalam penciptaan, pemeliharaan, dan kasih karunia, dan mendorong sukacita, penyembahan dan pemujahan dalam segala keadaan.

Keampat, peta ini berorientasi pada masa depan, sebab kekristenan merupakan agama pengharapan.

Kelima, peta ini terkait dengan Kristus dalam dua hal. Di satu sisi, peta ini menyatakan Sentralitas Yesus, Sang Perantara, Nabi, Imam, dan Raja, dalam seluruh urusan Allah pada masa kini dan rencana-Nya bagi masa depan umat Tuhan.

Keenam, peta semacam ini berpusat pada Gereja. Alkitab menghadirkan Gereja sebagai pusat rencana Allah. Orang Kristen tidak dimaksudkan untuk hidup secara individu, tetapi untuk bersekutu dengan sesama orang percaya lainnya.

Ketujuh, peta teologis yang baik berfokus pada kebebasan. Teologi yang benar terus mendorong kita untuk mengambil keputusan yang disadari dan bertanggung jawab tentang bagaimana kita akan menjalani hidup. Ia juga tidak pernah lupa bahwa keputusan Kristen merupakan komitmen untuk bertindak berdasarkan prinsip (bukan asal-asalan), dikerjakan dengan bebas (bukan karena tekanan atau paksaan dari luar), dan didorong terutama oleh kasih akan Tuhan dan akan keadilan (bukan karena takut). (Packer, Rencana Allah Bagi Anda).


Mereka yang menggeluti teologi, baik sebagai profesional atau karena tertarik, harus berperang melawan cobaan kembar. Yang pertama adalah menganggap diri sebagai orang Kristen superior karena tahu lebih banyak dari orang lain. Yang kedua adalah membebaskan diri dari berbagai kewajiban yang mengikat orang lain, seolah-olah keahlian mereka memasukkan mereka ke dalam kelas tersendiri yang tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan biasa.

Setiap manusia yang telah jatuh, digoda untuk menjadi sombong dalam hal-hal tertentu, sebab kesombongan merupakan inti dari warisan dosa asal kita; dan pencobaan ini pasti harus dihadapi oleh para teolog, rohaniawan, pengajar dan gembala.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa berteologi adalah perintah Tuhan (Matius 22:37). Tanpa berteologi, kita tidak akan menemukan jalan keselamatan (Roma 10:17; 1 Kor. 15:2; Efesus 2:8-9). Dan tanpa berteologi, kita tidak akan pernah bisa memahami kehendak dan rencana Tuhan (Roma 12:2; 1 Tim. 2:3-4). Teologi adalah untuk semua orang. Semua orang perlu menjadi seorang teolog. Faktanya memang semua orang adalah teolog – entah ia seorang teolog yang baik atau buruk, amatir atau profesional. Ketika kita memikirkan tentang Tuhan dan konsep-konsep berkenaan dengan-Nya, kita sedang berteologi.
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net

0 komentar:

Post a Comment