Mengapa banyak orang meninggalkan gereja? Saya menerima banyak pertanyaan tentang fenomena ini dan banyak dari mereka meminta saya agar mengangkat masalah ini dan memberikan pemikiran yang terbaik untuk masalah ini.
Persoalan yang menimbulkan luka dan air mata menjadi alasan mengapa mereka pergi, dan biasanya hal itu mempengaruhi banyak orang dari semua generasi dan perjalanan hidup mereka. Bahkan alasan-alasan yang saya kumpulkan adalah masalah yang pernah membawa saya menjauh dari gereja ketika berumur 20 tahun.
Berikut ini ada sepuluh alasan mengapa banyak orang “Kristen” meninggalkan gereja mereka (terlepas dari banyaknya orang yang meninggalkan gereja dengan alasan yang dicari-cari dan tidak alkitabiah) :
Ini adalah salah satu alasan mengapa orang akan mendatangi gereja sebagai tempat pertamanya dan juga menjadi alasan mengapa mereka meninggalkan gereja. Orang menginginkan komunitas, dan gereja diciptakan Tuhan agar menjadi kommunitas keluarga Allah. Banyak dari kita lelah melakukan rutinitas kita sendiri dan mencari hubungan yang jujur, erat dan setia. Hal ini seharusnya menjadi tujuan pokok dari gereja yakni membangun komunitas rohani. Mengapa? KeKristenan tidak pernah dimaksudkan untuk hidup dalam konteks terpisah, terisolasi, tetapi lebih pada dalam konteks komunitas.
Ketika orang tidak dapat menemukan komunitas atau persekutuan yang sejati, tidak bisa terhubung, atau masuk dalam hubungan yang penuh arti dan penting itu, mereka akan memisahkan diri dengan harapan akan menemukannya ditempat lain. Ketika sebuah Gereja belajar untuk membangun komunitas yang baik hal itu adalah pengalaman yang memberikan kehidupan, namun Ketika gereja gagal melakukannya, gereja hanyalah sebuah tempat yang tidak menyenangkan. Saya sudah mengalami gereja degan dua model tersebut dan jujur saya katakan saya berhenti menghabiskan energi yang emosional pada gereja yang tidak membangun budaya yang menghasilkan komunitas atau persekutuan yang asli, jujur, dan khas.
Seringkali orang mencari gereja karena mereka membutuhkan penerimaan yang tulus, pengampunan dan teladan hidup berjemaat yang asli dari hari ke hari. Bagaimanapun, seringkali hubungan berjemaat dalam bergereja kerap kali tidak lebih sebagai panggung sandiwara atau pertunjukan sinetron. Saya mengerti bahwa kita tidak sempurna dan setiap gereja selalu akan ada masalah sendiri, tetapi beberapa gereja kelihatannya melakukan banyak sandiwara daripada berkomitmen bersama untuk membangun komunitas yang jujur.
Pekerjaan kita, keluarga dan hubungan persahabatan, rentan dipergunjingkan, ditikam dari belakang dan didorong utk melewati batas. Gereja tidak perlu menambah parah kenyataan ini. Gereja dibutuhkan sebagai tempat yang aman dimana seorang dapat lari dari semua drama/masalah/sandiwara yang dihadapi dan bahkan gereja dapat memberikan pengalaman yang baik dimana mereka didukung dengan kasih dan diterima dengan tulus.
Seperti disebutkan di atas, semua gereja akan selalu ada konflik, tetapi komunitas yang sehat dan hidup adalah komunitas yang mempraktekkan cara hidup berjemaat yang sehat, mencari jalan keluar atas konflik komunitas dengan tujuan menjaga hubungan tetap baik dan utuh.
Beberapa gereja melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam membantu mendamaikan tiap pribadi dalam permasalahan-permasalahan mereka dengan cara yang penuh kasih dengan mengurangi ketegangan, sementara yang lain mempunyai pikiran miring atau pendapat yang tidak sama atas proses pendamaian tsb.
Terlalu sering orang-orang yang terluka diberi tahu bahwa respon emosional mereka adalah salah atau berdosa. Kita terkadang memberi nasihat yang tidak tepat, seperti “meminta mereka dengan cepat melupakan atau bahkan berkata “Tidak ada alasan utk merasakan hal yang demikian”. Kita gagal utk menyadari bahwa orang-orang yg terluka memerlukan perasaan mereka dimengerti dan butuh tempat utk mengeluarkan kepahitan dan unek-unek mereka serta keinginan utk didengar. Jika kita ingin org berhenti meninggalkan gereja, kita perlu mengembangkan kerendahan hati dan menjadi pembawa damai seperti Yesus.
Pemimpin itu membuat dan bisa juga menghancurkan sebuah organisasi, tak terkecuali dengan gereja. Ketika seorang Gembala atau Pemimpin gereja menjadi otoriter, ia sedang menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi para anggota-anggotanya. Tidak ada seorangpun yang ingin dikontrol atau dipimpin dengan cara seperti itu dalam gereja, bahkan orang yang paling mudah membaur dalam lingkungan seperti itupun tidak akan menyukainya. Sebaliknya, orang-orang ingin merasa didengar dan termasuk menjadi bagian dalam setiap pembuatan keputusan atau rencana-rencana jangka panjang.
Demikian juga anda bisa memiliki sebuah gereja dengan komunitas yang menyenangkan dan Gembala yang sangat menyanyangi jemaatnya, tetapi tidak terampil berkhotbah dan mengajar. Kondisi ini tidaklah baik. Orang-orang akan meninggalkan gereja yang demikian. Khotbah yg buruk adalah hal yang mengerikan dalam sebuah jemaat. Kita perlu memastikan kita menempatkan orang di dalam posisi untuk melayani sesuai dengan Kemampuan, bukan hanya Keinginan. Alkitab memberikan syarat khusus untuk seorang pemimpin, yaitu “cakap mengajar orang” (1 Timotuis 3:2).
Tingkatan sosial saya gambarkan sebagai fenomena dimana orang harus mendapatkan sejumlah pencapaian tertentu dari “Kredit Sosial” dengan orang-orang yang berpengaruh sebelum mereka dapat melayani dan diakui. Sebagai hasilnya, orang-orang ternama di gereja mengumpulkan banyak pengikut dan mengumpulkan kekuatan, seperti sistem yang mengharuskan anda utk bermain dalam “game” dengan orang-orang yang berpengaruh jika ingin termasuk dalam suatu anggota grup/perkumpulan.
Perjunjukkan seperti ini dalam sebuah gereja harus kita tolak secara tegas. Kita harus percaya bahwa semua jemaat sama di mata Tuhan. Nepotisme juga sama mengerikan. Nepotisme sangat merusak gereja. Tingkat pelayanan tidak boleh ditentukan karena hubungan darah atau keluarga dekat. Posisi dan pelayanan dalam sebuah gereja ditentukan oleh panggilan pelayanan, kemampuan atau Keahlian.
Ketika saya melihat suatu gereja, hal yg pertama yang saya cari adalah pengakuan imannya atau doktrin yang diajarkan. Itu bukan sekedar karena saya peduli tentang apa yg mereka percayai, tetapi juga karena saya ingin tahu apakah saya diharuskan utk menjadi tiruan/kloning dari kelompok atau orang lain agar dapat diterima atau saya diajar untuk menjadi diri sendiri sebagaimana Tuhan memanggil saya.
Pengajaran-pengajaran yang diajarkan dalam sebuah gereja membentuk kita agar semakin menyerupai Yesus Kristus, bukan menyerupai organisasi gereja. Ketika seseorang dipaksa agar menjadi seperti anggota komunitas itu, orang akan menjauh.
Kebanyakan orang tidak ingin menjadi sama dengan yang lain atau membeo. Ketika suatu budaya mengatakan mereka harus menjadi tiruan/kloning sebagai syarat untuk diterima, akan banyak orang yang pergi. Demikian juga dengan gereja.
Salah satu aspek yg paling sering membuat frustasi banyak orang Kristen kebanyakan bukan lagi soal doktrin, atau program gereja, tetapi dari pergerakan politik. Ketika masih dalam seminary saya menulis tentang hal ini dengan judul “deification of western values (pendewaan dari nilai-nilai barat)” karena kebiasaan banyak orang kristen yang mengambil beberapa isu politik yang hangat dan opini politik, lalu mengikatkannya dengan iman mereka. Kita lelah akan semua itu.
Kedalaman kasih kita kepada Tuhan bukan ditentukan oleh pilihan politik kita, dan juga bukan dilihat dari bendera partai politik yg kita pilih atau dari kandidat pemimpin politik yang kita pilih meskipun kebenaran Alkitab berimplikasi juga pada bidang politik (Kecuali idiologi politik yang secara terang-terangan berlawanan dengan prinsip Alkitab). Kita dapat mengasihi Yesus dengan tulus tanpa harus menjadi anggota partai Kristen tertentu.
Berhentilah membuat orang merasa bersalah apabila mereka memilih partai atau kandidat yang berbeda. Pengikut-pengikut Yesus memegang aturan luas atas keyakinan politik, dan itu tidak masalah. Hanya saja mereka tahu bahwa hal itu bukanlah teologi walaupun beberapa org ingin membuat itu menjadi teologi. Orang Kristen yang bijaksana merangkul perbedaan politik dalam tubuh kekristenan.
Arti kata otentik adalah : bukan palsu tetapi asli, dengan kata lain dapat diandalkan dan terpercaya. Ajaran sebuah gereja harus sama dengan praktik hidup para anggotanya. Ironisnya, kita tahu bahwa tidak ada lagi pesan yang lebih otentik daripada pesan tentang “Kasih” dari ajaran Yesus Kristus. Namun, jalan kehidupan kita sering semakin jauh dari keaslian.
Karakter favorit saya di Alkitab adalah orang-orang polos, tulus, yang menjawab panggilan Tuhan dengan apa adanya tanpa membuat alasan-alasan yang dicari-cari. Orang-orang seperti Daud yang Tuhan sebut sebagai “Sahabat”. Gereja seringkali menjadi tempat dimana kita ingin menjadi diri sendiri. Akan tetapi tidaklah aman untuk berlaku demikian khususnya dengan orang-orang yang sibuk berpura-pura mereka melakukannya bersama-sama tetapi juga menjadi pengkritik yg terburuk buat kita.
Orang ingin bergereja dengan orang-orang yang asli, dapat dipercaya, orang-orang yang tidak takut untuk diberi masukan di dalam menjalin hubungan, dan orang yang bersedia duduk disebelah anda ketika anda dalam situasi sulit. Ketika gereja dirasa palsu dan tidak aman untuk memberikan masukkan, orang akan pergi dan berharap mendapat tempat yg aman.
Akhirnya, ketika anda tidak menemukan sebuah persekutuan dalam gereja, dan mendapati sebagian jemaat di dalamnya memainkan sandiwara, dan menemukan bahwa pemimpin gereja tersebut adalah otoriter dan tidak cakap berkhotbah, dan mendapati bahwa tidak ada otentisitas dalam kehidupan gereja tersebut, maka anda akan menjadi orang yang kesepian.
Orang meninggalkan gereja karena mereka merasa sebagai orang luar dan membuatnya merasa sepi. Hal ini adalah emosi yang menyakitkan. Jika meninggalkan gereja tersebut membuat perasaan kesepian itu hilang, maka orang tersebut akan melakukannya meskipun bukan jaminan bahwa ia juga tida akan menemukan hal yang sama di luar sana.
Gereja justru hadir untuk mengeluarkan kita dari kesepian agar bisa berkumpul dalam komunitas rohani. Seharusnya tidak ada satupun orang yang mengeluhkan hal tersebut, kecuali itu adalah pilihan pribadinya.
Mungkin kedengarannya konyol. Gereja dimanapun harusnya memiliki Yesus Kristus! Gereja seharusnya menjadi tempat dimana orang-orang menemukan kebenaran, kasih sejati, merangkul yang terbuang, melayani para janda, imigran, dan kaum yatim-piatu. Gereja seharusnya menjadi rumah kasih karunia, dimana tidak ada diskriminasi, pandang muka, egosentris, dan semua anggota berlomba-lomba menjadi hamba dan pelayan bagi semua.
Kita harus jujur dengan diri kita dan mengakui bahwa banyak orang menolak gereja kita karena mereka terlalu tertarik di dalam Yesus untuk menerima versi yang palsu. Ketika saya membaca cerita tentang Yesus Kristus, saya terus menerus digerakkan oleh orang-orang yang tertarik dengan kepribadian-Nya. Dengan pengecualian atas agama yang kolot, setiap orang rindu ingin bersama Yesus dan pergi mengikut-Nya kemana pun dan mengambil resiko besar utk menghabiskan waktu dengan Dia.
Saya diyakinkan bahwa jika kita membangun komunitas yang mengasihi dalam iman yg murni dan asli, menjangkau yang terhilang dan dikenal dengan baik bagaimana kita mengasihi orang lain, maka tidak akan ada kursi kosong dalam gereja. Karena jika gereja sungguh seperti Yesus Kristus, orang tidak ingin berada ditempat lain.
Judul asli : 10 Reasons Why People Leave Church
Dr. Benjamin. L. Corey adalah teolog baptis dan seorang pembicara dalam seminar-seminar Alkitab, dan juga seorang penulis buku rohani.
0 komentar:
Post a Comment