Kekristenan tumbuh di Tiongkok, dalam bentuk gereja-gereja rumah dan kelompok-kelompok pendalaman Alkitab, seiring gencarnya tekanan dari pemerintah komunis. (Foto: Dignitatis Humanae Institute)
Seorang perempuan Tiongkok menjalani hukuman penjara atas tuduhan "mengumpulkan orang untuk mengganggu ketertiban umum". Perempuan Kristen dari daerah Xinjiang barat itu dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena menyelenggarakan pertemuan untuk pendalaman Alkitab. Selain itu, empat orang Kristen lain juga ditangkap polisi dalam kaitan itu.
Seperti dilaporkan Madeeha Bakhsh di christianinpakistan.com, 3 Januari 2017, polisi Tiongkok menangkap Ma Huichao dan empat orang Kristen lain atas tuduhan mengadakan pertemuan untuk belajar Alkitab tanpa persetujuan pemerintah. Pengacara Huichao, Li Dunyong, seperti dilaporkan chinaaid.org, tidak diizinkan mengajukan pembelaan, dan Huichao mulai menjalani hukuman pada hari Jumat, tanggal 30 Desember.
Pemerintah Tiongkok terus menekan kebebasan beribadah kelompok Kristen, dengan menekan gereja-gereja, menghancurkan salib di gereja-gereja, dan menangkapi orang-orang Kristen. Kelompok advokasi Kristen, mengklaim gerakan anti-Kristen diterapkan pemerintah Komunis demi menekan pertumbuhan kekristenan yang cepat di Tiongkok.
Sebuah revisi terbaru dalam Peraturan Urusan Agama memberlakukan larangan "mengorganisir warga untuk mengikuti pelatihan agama, melaksanakan konferensi dan kegiatan luar negeri, memberitakan Injil, mengorganisir kegiatan keagamaan, membangun lembaga keagamaan atau situs keagamaan di sekolah-sekolah", demikian juga "memberikan layanan ibadah melalui internet ".
Seorang pendeta Tiongkok mengatakan, "Pemerintah ingin mengendalikan segala sesuatu, hingga aspek terkecil pun. Salah satu ciri dari revisi undang-undang itu adalah pemberdayaan badan pemerintah lokal hingga semua tingkatan. Revisi itu akan mengurangi kemungkinan melonggarnya kontrol agama di Tiongkok."
Lembaga pengawasan China Aid, mengisahkan, "Tu Yan, seorang wanita yang mulai menghadiri ibadan di gereja di Yunnan setelah dia pindah ke kota itu untuk bekerja, ditangkap ketika pulang ke rumah dari pertemuan jemaat pada 22 Oktober, karena dicurigai 'menggunakan sebuah organisasi sekte untuk merusak penegakan hukum'. "
"Sebulan kemudian, ia ditangkap dengan tuduhan yang sama. Pihak berwenang juga menuduhnya sebagai tulang punggung 'sekte jahat' dan mengorganisir tiga pertemuan atas nama lembaga tersebut. Dalam sebuah wawancara, ayahnya membantah keterlibatannya dalam setiap kegiatan ibadah."
Warga Kristen, juga ditahan atas tuduhan melakukan "cuci otak" anak dengan mengajarkan mereka tentang keyakinan Kristen. China Aid mengisahkan dua guru Kristen telah dituduh mencuci otak anak. "Kedua wanita itu dituduh mengindoktrinasi anak di bawah umur dengan keyakinan takhayul. Hukum Tiongkok melarang ajaran agama kepada siapa pun di bawah usia 18, dan meyakini cuci otak iman berbahaya bagi yang masih anak-anak harus dilindungi."
sumber : satuharapan.com
0 komentar:
Post a Comment