SOLO - Sekelompok organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam membubarkan paksa kegiatan misa arwah atau sembayangan untuk memperingati 1.000 hari seorang yang sudah meninggal dunia.
Kegiatan itu dilaksanakan di Pendapa Kelurahan, Penumping, Laweyan, Selasa (6/9/2016) malam. Kejadian tersebut terjadi pukul 19.00 WIB bermula ketika, Usula Yanita, 37, warga Penumping menggelar kegiatan misa arwah.
“Kegiatan misa arwah itu untuk mengirim doa kepada ibu, Lestari. Dia [Lestari] adalah ibu saya,” kata Ursula Yanita.
Saat itu ada seorang warga yang merasa tidak senang dengan diadakannya misa arwah tersebut. Kemudian ia mengambil foto pendapa dan pergi menuju masjid yang tak jauh dari lokasi. Setelah misa berjalan 30 menit tiba-tiba sekelompok ormas Islam mendatangi pendapa dan membubarkan misa arwah.
"Awalnya ada satu orang mengambil foto pendapa, kemudian pergi dan tiba-tiba datang lagi jumlahnya ada puluhan orang," katanya.
Misa tersebut dianggap 'mengganggu' umat Muslim yang sedang melakukan pengajian di masjid. Padahal jarak antara kantor kelurahan dengan masjid sekitar 50 meter dan misa arwah tidak menggunakan pengeras suara, sebaliknya, pengajian yang dilakukan umat Muslim justru menggunakan pengeras suara.
“Mendengar kabar ini (misa arwah), umat Islam yang pada saat itu sedang melakukan pengajian di masjid dengan pengeras suara yang keras dan tak jauh dari tempat misa segera menggeruduk pendopo. Orang-orang yang sedang melakukan pengajian di masjid itu segera mendatangi umat Katolik yang sedang misa sambil mengancam dan memaksa agar bubar,” kata seorang saksi di lokasi.
Umat yang menghadiri misa panik setelah ormas Islam masuk secara paksa ke dalam pendapa dan mengobrak-abrik kursi. Umat Muslim yang sudah mulai beringas ini kemudian mencari pemimpin umat. Pastor dan pembantunya yakni prodiakon segera diselamatkan.
“Romo Andre akhirnya melompat dari jendela ke kamar kerja lurah untuk bersembunyi karena massa sudah berteriak anarkis sembari mengucapkan Allahu Akbar…Allahu Akbar…sehingga suasana sangat mencekam,” tandasnya.
Kesedihan Yanita Ursula Ketika Misa Arwah untuk Ibunya Dibubarkan Paksa
Yanita pun turut bersedih atas kejadian ini. Dia tidak menduga misa arwah untuk mendiang sang ibu akan dibubarkan paksa sekelompok orang.
“Kami sudah mendapatkan izin dari kelurahan sehingga tidak seharusnya acara itu dibubarkan paksa,” ujar Yanita saat ditemui wartawan di rumahnya, Rabu (7/9).
Yanita mengatakan ada tiga alternatif lokasi untuk menggelar kegiatan misa arwah. Ketiga tempat itu yakni rumah, gereja, dan pendapa kelurahan. Keluarga memilih pendapa kelurahan dengan pertimbangan yang diundang ada warga yang beragama Islam.
"Baru pertama kali ini terjadi, sebelumnya pernah mengadakan tidak dibubarkan paksa," tambahnya.
Sementara itu, Camat Laweyan, Hendro Pramono, mengatakan kejadian di pendapa Penumping terjadi kesalahan miskomunikasi. Persoalan itu sekarang sudah diselesaikan dengan baik. Sebagai negara hukum seharusnya memegang teguh toleransi antar umat beragama.
“Kami sudah memintai keterangan Pak Lurah [Lasimin] dan benar sudah memberikan izin untuk menggelar acara itu. Warga yang punya acara meminjam pendapa karena rumahnya tidak cukup menampung tamu undangan,” kata dia.
“Kami sudah memintai keterangan Pak Lurah [Lasimin] dan benar sudah memberikan izin untuk menggelar acara itu. Warga yang punya acara meminjam pendapa karena rumahnya tidak cukup menampung tamu undangan,” kata dia.
Terpisah, Kapolsek Laweyan, Kompol Agus Puryadi, membenarkan kejadian tersebut. Menurut dia, tindakan ormas Islam membubarkan paksa warga yang sedang melakukan kegiatan keagamaan tidak dibenarkan. Negara sudah melindungi warganya bebas menjalankan ibadah sesuai keyakinannya masing-masing. tidak ada kerusakan dan warga yang luka atas kejadian itu.
“Kami menghimbau kepada semua ormas untuk tidak main hakim sendiri. Tindakan itu tidak sesuai Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia,” kata dia.
sumber : solopos.com
0 komentar:
Post a Comment